

Provinsi Kalimantan Barat merupakan provinsi terbesar keempat di Indonesia, selain itu Kalimantan Barat juga terkenal dengan memiliki banyak sungai yang terdapat di sana sehingga sering dijuluki provinsi seribu sungai. Salah satu sungai yang paling terkenal adalah sungai Kapuas. Sungai Kapuas adalah sungai terpanjang di Indonesia yang terletak di Kalimantan Barat, dengan panjang sungai mencapai 1.143 km. Sungai Kapuas ini bermuara diselat karimata dan berujung di Kecamatan Putusibau Kabupaten Kapuas Hulu. Nama Sungai Kapuas diambil dari daerah Kapuas yang saat ini dikenal dengan sebutan Kapuas Hulu, ada juga yang menyebutnya sebagai sungai Batang Lawai karena ada di daerah Lawai, yang saat ini dikenal dengan Kabupaten Melawi sehingga sungai yang mengalir dari Kabupaten Melawi hingga muara yang berada di Pontianak disebut juga sungai Batang Lawai.
Masyarakat banyak menggantungkan hidupnya pada sungai ini, misalnya masyarakat yang mata pencahariannya sebagai penangkap ikan, penambang pasir dan penambang emas. Sungai Kapuas juga dimanfaatkan sebagai jalur transportasi air yang sangat penting di daerah Kalimantan Barat, pada masa penjajahan Belanda sungai ini menjadi kawasan strategis yang harus Belanda kuasai. Sampai saat ini berbagai macam kegiatan pun masih banyak dilakukan dengan sungai ini misalnya ekspedisi, operasi dan pengiriman logistik untuk masyarakat maupun pekerja. Bahkan saat masa kemerdekaan sungai Kapuas memiliki peran yang penting karena menjadi penyalur berbagai macam keperluan logistik, data yang tercatat pada saat konfrontasi Malaysia dan Indonesia tahun 1963 merupakan salah satu bukti peranan sungai Kapuas yaitu sebagai mobilisasi pasukan dari Pontianak ke Sepanjang Lintang dengan menggunakan perahu motor.
Sungai Kapuas merupakan rumah dari berbagai jenis makhluk hidup, contohnya ikan. Lebih dari 700 jenis ikan air tawar dan 12 jenis ikan langka serta 40 jenis ikan yang terancam punah. Potensi ikan air tawar yang ada di sungai Kapuas ini mencapai 2 juta ton, tentu ini menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan. Beberapa jenis ikan yang terdapat di sungai ini yaitu ikan patin (Pangasius Hypophthalmus), gurame (Osphronemus goramy), ikan mas (Cyprinus carpio), snakehead, ikan lele (Clarias Batrachus), ikan jelawat (Leptobarbus hoevenii), tapah, dan seluang. Ada juga ikan arwana super merah yang merupakan satu spesies ikan endemik khas sungai Kapuas yang sudah jarang ditemui. Biasanya ikan arwana berada di kondisi ekosistem yang masih sangat baik dan sepi misalnya dipedalaman Kapuas Hulu. Sungai Kapuas juga dapat dijadikan tempat wisata, misalnya wisata sejarah di sepanjang sungai Kapuas Kota Pontianak yaitu Masjid Jami, Istana Keraton Kadariah, Makan Batu Layang, dan icon kota Pontianak yaitu Tugu Khatulistiwa, serta jembatan Tayan yang sedang booming di Kalimantan Barat.

Sungai Kapuas juga dimanfaatkan sebagai tempat untuk kegiatan sehari-hari contohnya mandi, mencuci, tempat mengambil air untuk dikonsumsi dan tempat rekreasi dan banyak hal lainnya untuk menunjang kehidupan. Pembukaan lahan di daerah aliran sungai, pencemaran limbah industry dan kegiatan pertambangan yang akan merusak ekosistem sungai dan menjadi pemicu terjadinya pencemaran. Kegiatan pertambangan khususnya penambang emas tanpa ijin (PETI) menjadi salah satu sumber pencemar yang terjadi di sungai ini, sebab kebanyakan PETI menggunkan merkuri dalam proses penambangan yang dilakukan, tentu hal ini akan membahayakan baik secara langsung maupun tidak langsung. Para penambang emas tradisional menggunakan merkuri untuk menangkap dan memisahkan butir-butir emas dari bebatuan. Endapan merkuri ini disaring menggunakan kain untuk mengendapkan emas, endapan yang tersaring diremas dengan tangan dan air sisa penambangan ini dibiarkan mengalir begitu saja ke sungai. Merkuri (Hg) berbentuk cair keperakan pada suhu kamar, merkuri membentuk berbagai persenyawaan baik anorganik (seperti oksida, klorida, dan nitrat) maupun secara organik. Merkuri yang terpapar ke alam bereaksi dengan metana yang berasal dari dekomposisi senyawa organik membentuk metal merkuri yang bersifat toksik.
Badan Pengendali Analisi Dampak Lingkungan Hidup (Bapedalda) Kalimantan Barat tahun 2006, menyimpulkan Sungai Kapuas sudah tercemar berat oleh logam merkuri. Berdasarkan pemantauan 13 titik tidak ada satupun wilayah yang diuji memiliki kadar di bawah ambang batas normal sebesar 1 ppb. Titik pengambilan ada di hilir Sungai Landak, Siantan Hulu, Muara Kapuas di Jungkat, dan Muara Sungai Sudarso secara keseluruhan bahkan menunjukan angka 40 ppb atau 40 kali batas normal. Berdasarkan hasil penelitian Thamrin Usman dari Universitas Tanjungpura diketahui di sepanjang sungai Kapuas dan anakan sungainya terdapat kandungan merkuri antara 0,0016 – 0,199 ppm dan pada biota sungai kandungan merkuri berkisar 0,15 – 3,37 ppm kandungan merkuri ini telah melebihi ambang batas. Pada sampel kepah (Corbiculata) dan kerang (Anadara granulosa) yang diambil di pasar Kodya Pontianak telah terkontaminasi merkuri dengan kandungan sebesar 0,196 ppm dan 0,686 ppm.
Keracunan merkuri dapat menyebabkan terjadinya kerusakan saluran pencernaan, gangguan kardiovaskuler, merusak sistem pusat syaraf dan dapat menyebabkan kelainan psikiatri. Uap merkuri di udara jika terhirup oleh manusia dapat mengakibatkan kerusakan otak dan berujung pada kematian. Merkuri merupakan senyawa yang paling utama meracuni janin dan bayi, jika wanita yang sedang hamil mengkonsumsi merkuri atau terpapar merkuri dalam jumlah besar meningkatkan resiko cacat kelahiran yang serius. Merkuri dapat terdistribusi melalui rantai makanan, insang ikan, difusi lewat permukaan kulit, tanah, air bahkan tumbuhan yang telah terpapar merkuri. Merkuri yang masuk ke aliran sungai dalam jumlah besar tentu juga akan menyebabkan pencemaran dan kerusakan ekosistem, terutama ekosistem yang ada di perairan. Akibat PETI yang secara jelas dapat dilihat seperti kekeruhan yang terjadi di Sungai Kapuas terutama dititik terjadinya penambangan. Air akan berwarna kecoklatan akibat dari proses penambangan tersebut. Pencemaran juga membuat kondisi air sunggai menjadi buruk sehingga berdampak kepada kondisi masyarakat yang menggunakan air sungai. Air sungai ini biasa digunakan dalam kegiatan sehari-hari contohnya untuk memasak, mencuci, mandi atau bahkan dikonsumsi untuk diminum sehari-hari, sehingga akan menimbulkan penyakit kulit dan bahkan saluran pencernaan, gangguan kardiovaskuler, kerusakan sistem pusat syaraf dan dapat menyebabkan kelainan psikiatri yang disebabkan oleh merkuri yang terdapat di sungai dan biota sungai. Hal ini pernah tejadi di Teluk Minamata Jepang dan dikenal dengan Minamata Disease oleh karena itu janganlah kejadian seperti ini terulang kembali.
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan sebagai pencegahan dan penanggulagan pencemaran air akibat Penambang Emas Tanpa Ijin yaitu: melaksanakan kordinasi penanggulangan masalah penambang tanpa ijin, melakukan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi tentang penertiban penambangan emas tanpa ijin disetiap Daerah Aliran Sungai serta upaya penegakan hukum penanggulangan pecemaran air akibat penambang emas tanpa ijin. (Editor : Wapimred)
Oleh : Natalia Yuliana Cristina
Mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana
EMAIL : cristinanata2207@gmail.com
Catatan : Penulisan Artikel diluar tanggungjawab redaksi
Baca Juga
Ucok Beri Tanggapan Dan Penjelasan Terkait Internet Ilegal
Peletakan Batu Pertama Gereja HKBP Bengkayang
Pembangunan Parik Jagung Bengkayang Diperkirakan Sudah 35%, Namun AMDAL Wajib Diperhatikan