19/04/2025

Bengkayang Post

Cerdas Ungkap Realitas

LBH Tangan Hati Indonesia Kalbar Dampingi Klien yang Mobilnya Ditarik Paksa Debt Collector di Kota Pontianak

Share

Bengkayang Post-(Pontianak). Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Tangan Hati Indonesia Kalimantan Barat (Kalbar) damping klien yang mobilnya ditarik paksa debt collector oleh salah satu perusahaan leasing di Kota Pontianak.

Direktur LBH Tangan Hati Indonesia Kalbar sekaligus Pengacara Publik, Adv. Eka Kurnia Chrislianto, S.H., mengingatkan bahwa pihak ketiga atau eksternal; penagih utang atau debt collector Perusahaan Pembiayaan atau Leasing untuk melakukan proses penagihan kepada debitur sesuai ketentuan yang berlaku.

Eka juga mengatakan, debt collector perlu memperhatikan aspek-aspek yang berpotensi menimbulkan sanksi pidana atau sosial dalam proses penagihan atau penarikan benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

“Penagihan atau penarikan unit dilarang dilakukan dengan menggunakan ancaman, kekerasan atau tindakan yang bersifat mempermalukan, serta menghindari tekenan-tekanan bersifat fisik atau verbal apabila tidak ingin kena sanksi pidana,” tutur Eka dalam keterangan tertulisnya, Kamis (09/2/2023).

Menurut Eka, apabila hal-hal tersebut dilakukan, debt collector berpotensi menerima ancaman pidana atau sosial, dan juga akan memperburuk citra perusahaan pembiayaan serta profesi penagihan itu sendiri.

Eka menambahkan apabila mengacu kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan, perusahaan pembiayaan diperbolehkan untuk bekerjasama dengan pihak ketiga dalam melakukan penagihan utang. Namun demikian, Eka menyebutkan, pada pelaksanaannya debt collector selaku pihak ketiga kerap kali melakukan penagihan atau penarikan unit dilakukan dengan aksi yang tidak menyenangkan dan melanggar prosedur.

Menurutnya perusahaan pembiayaan sebagai pihak kreditur untuk melakukan evaluasi secara berkala terhadap prosedur penagihan yang dilakukan debt collector.

“Jika memang diperlukan, perusahaan pembiayaan boleh memberikan sanksi kepada pihak ketiga atas pelanggaran ketentuan yang berlaku,” ucap Eka.

Penasehat LBH Tangan Hati Indonesia Kalbar, Rudy Farcison S, S.H., juga ikut memberikan pandangannya. Ia menyebut posisi debt collector (penagih utang) di mata sosial kurang baik karena pemahaman hukum di masyarakat masih kurang.

“Perlu dipahami bahwa kita ada aturan, kita eksekusi karena kita juga harus bayar utang kepada leasing. Semua itu ada aturan main yang dituangkan dalam perjanjian,” kata Rudy.

Rudy mengatakan, perusahaan pembiayaan saat ini harus lebih berhati-hati dengan membuat satu halaman rangkuman perjanjian agar debitor memahami pokok-pokok inti perjanjian.

“Debitor hanya perlu membaca pokok-pokok inti perjanjian dan menandatangani di atas meterai, sehingga dia tidak bisa lagi mengelak tidak mengetahui isi perjanjian,” ucapnya.

Rudy juga menegaskan, penagihan pembiayaan tidak serta merta dilakukan dengan cara eksekusi, melainkan melewati beberapa tahapan. Pertama, desk collection untuk mengingatkan pembayaran, kemudian tahapan kedua field collection untuk menjemput pembayaran dan penagihan. Lalu, internal collector yakni penagihan dan eksekusi. Setelah itu barulah tahap terakhir external collector yakni eksekusi dan pelunasan.

Berdasarkan pantauan dari LBH Tangan Hati Indonesia Kalbar debitor-debitor yang dieksekusi merupakan debitor yang keberadaan objek jaminannya tidak diketahui, debitor yang tidak ditemukan sesuai alamat penagihan, atau debitor dan objek jaminan yang tidak dapat ditemukan. Sedangkan, jika debitor berada di alamat penagihan dan objek jaminan juga berada di tangan debitor, pihak pembiayaan tidak akan melakukan eksekusi paksa. Kegiatan eksekusi tersebut sesuai dengan UU Jaminan Fidusia Nomor 42 Pasal 35 dan 36.Kendati demikian, Rudy Farcison S, S.H., mengingatkan agar perusahaan pembiayaan menagih sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan melalui POJK No 35 Tahun 2018.

“Jangan ujung-ujungnya kena SP (surat peringatan) dari OJK. Prosedur itu harus dipenuhi supaya tidak salah dalam melakukan penagihan,” tuturnya.

Rudy juga menjelaskan bahwa mereka akan membuat pengaduan ke OJK pada salah satu perusahaan pembiayaan di Kota Pontianak yang tidak mengikuti prosedur OJK.

“Dalam waktu dekat kita akan buka posko, mengingat maraknya penarikan unit kendaraan yang semena-mena yang membuat laporan atau aduan kepada kami,” tutup Rudy. Wrt.Dagun.


Share